Museum Mini Sisa Hartaku kini menjadi tujuan wajib para traveller yang berkunjung ke Yogyakarta. Bekas rumah Bapak Sriyanto ini memiliki berbagai koleksi benda-benda yang hancur akibat dahsyatnya awan panas atau biasa disebut wedhus gembel, mulai dari furniture, peralatan masak, kendaraan roda dua, tulang-belulang hewan ternak yang tidak luput dari sapuan awan panas tersebut.
Salah satu koleksi menarik adalah sebuah jam dinding yang menunjukkan jam 12 lebih 5 menit 40 detik, artinya pada detik itu jam berhenti berdetak dikarenakan sapuan awan panas.
“Aku ora ngalahan, tur yo ora pengen dikalahke. Nanging mesti tekan janjine, mung nyuwun pangapuro nek ono seng ketabrak, keseret, kenter, kebanjiran lan kelelep. Mergo ngalang-ngalangi dalan seng bakal tak liwati.”
artinya :
Aku tidak suka mengalah, tetapi juga tidak ingin mengalahkan. Tetapi pasti sampai janjinya. Hanya minta maaf, jika ada yang tertabrak, terseret, hanyut, kebanjiran dan tenggelam. Sebab menghalangi jalan yang akan aku lewati. Sebuah pesan yang ditulis sebagai peringatan akan bencana erupsi gunung merapi.
6 tahun sudah berlalu bencana erupsi gunung merapi namun masih menyisakan kenangan yang mendalam khususnya bagi keluarga korban, dan rakyat Indonesia pada umumnya. Museum Mini Sisa Hartaku ini menjadi saksi dimana tidak ada satu makhluk di dunia ini yang tidak tunduk akan kuasa Illahi.